Wahananews-Papua | Bawaslu memberikan masukan terhadap rancangan Peraturan KPU (PKPU) pendaftaran, verifikasi, dan penetapan partai politik (parpol) dalam rapat dengar pendapat (rdp) dengan Komisi II DPR RI bersama KPU, kemendagri, serta DKPP.
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mempertanyakan rincian aturan pemberian akses Bawaslu dalam membaca sistem informasi parpol (Sipol).
Baca Juga:
Ketua Bawaslu: Seharusnya Pemilu dan Pilkada Dipisah Tak Digelar Dalam Satu Tahun
Dalam draft PKPU Pasal 143, disebutkan Bawaslu hanya mendapat akses pembacaan data tanpa penjelasan yang rinci sejauh mana Bawaslu dapat mengakses hal tersebut dan tingkatan pengawas pemilu mana saja yang diberikan akses terhadap Sipol.
"Bahkan hingga sampai saat ini Bawaslu belum mendapatkan akses terhadap Sipol. Padahal tahapan pendaftaran dan verifikasi partai politik akan dilaksanakan dalam waktu dekat. Untuk menciptakan pemilu yang berintegritas, sebaiknya KPU segera memberikan akses Sipol kepada Bawaslu agar proses pengawasan dapat dilakukan sejak dini," tegas Bagja di Gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (7/7/2022).
Selain itu, dalam melakukan verifikasi administrasi terhadap keanggotaan partai politik yang dinyatakan Belum Memenuhi Syarat (BMS) sebagaimana rancangan PKPU Pasal 34, KPU melakukan 'verifikasi faktual pendahuluan' terkait dengan keanggotaan BMS tersebut sebagaimana pasal 36 dan 37 draf PKPU.
Baca Juga:
Bawaslu Kaltim Gelar Penguatan Kapasitas Putusan dan Keterangan Tertulis PHP Pilkada 2024
Bagja menyarankan dalam proses ini sebaiknya KPU dapat melibatkan Bawaslu sesuai dengan tingkatannya karena hasil verifikasi administrasi persyaratan keanggotaan parpol tersebut berupa berita acara yang berpotensi sengketa.
Berkaca pada penggunaan Sipol dalam Pemilu 2019, Bawaslu memiliki beberapa catatan yang dalam Rancangan PKPU sejauh ini tidak ada klausul penyempurnaan.
"Hal ini berpotensi mengulang masalah penggunaan Sipol pada pemilu sebelumnya," kata Bagja.
Beberapa masalah yang berpotensi muncul yakni;
Pertama, penyalahgunaan data/identitas individu oleh peserta pemilu ke dalam Sipol.
Kedua, mekanisme perbaikan data Sipol atas data/identitas individu yang disalahgunakan.
Ketiga, mekanisme verifikasi faktual kepengurusan dan anggota terhadap penyalahgunaan data/individu dalam Sipol.
Keempat, jaminan perlindungan hak individu yang data/identitasnya disalahgunakan ke dalam Sipol.
Kelima, sambung Bagja, perbedaan data untuk daerah pemekaran antara data KPU dan Kemendagri sehingga syarat minimum kepengurusan tidak bisa terpenuhi dalam system.
"Keenam, penduduk di daerah tapal batas atau daerah pemekaran yang administrasi kependudukannya belum update dengan daerah sesuai domisili tetap penduduk tersebut. Terakhir, tidak dapat mengidentifikasi data ganda antar partai," paparnya.
Dalam tempat yang sama, Ketua KPU Hasyim Asy'ari mengatakan rancangan PKPU pendaftaran, verifikasi, dan ketetapan parpol Pemilu 2024 tidak ada perubahan yang signifikan dibandingkan dengan aturan PKPU pendaftaran, verifikasi, dan ketetapan parpol Pemilu 2019 kecuali adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVIII/2020 yang mengatur tentang tiga kategori parpol yang diverifikasi.
"Hal-hal yang ada disini (PKPU) boleh dikatakan tidak ada perubahan yang signifikan kecuali tiga kategori parpol," kata Hasyim.
Dalam rapat dengar pendapat kali ini, Bagja didampingi lengkap empat pimpinan Bawaslu lain yakni Lolly Suhenty, Puadi, Totok Hariyono, dan Herwyn JH malonda. Hadir pula Sekjen Bawaslu Gunawan Suswantoro, beserta para jajarannya. [hot]