Sekitar bulan Maret tahun 2020 lalu, Presiden Jokowi memanggil saya bersama-sama dengan beberapa Staf Khusus Presiden lainnya, dan memberikan tugas, untuk ikut memberikan masukan terkait mendesain agar ibu kota negara yang baru ini dapat menjadi pusat pendidikan dan inovasi Indonesia.
Saya kemudian lalu menyusun satu halaman strategi dan konsep untuk mencapai hal tersebut.
Baca Juga:
Destinasi Hits Terbaru Indonesia, 5.000 Wisatawan Serbu IKN Setiap Hari
Respons dari Pak Jokowi kepada saya adalah sebagai berikut: “Mas Billy, saya ikuti cerita perjuangan Mas Billy, dan anak-anak Papua lainnya, yang mengejar pendidikan harus jauh-jauh mengejar hingga ke Jawa.
Saya mengharapkan, dengan adanya pembangunan pusat pendidikan berkelas dunia di ibu kota yang baru ini, yang jaraknya di tengah-tengah, dapat mengurangi jarak tempuh dari anak-anak bangsa di provinsi yang jauh, untuk dapat datang dan belajar.
Selain itu, harapannya adalah dapat mendorong pemerataan pendidikan, baik ke timur, maupun ke barat, ke utara dan ke selatan”
Baca Juga:
Prabowo Lantik Basuki Hadimuljono sebagai Kepala OIKN
Dari diskusi saya dengan Pak Jokowi ini, dalam rapat tersebut, saya belajar bahwa sebenarnya, yang dipikirkan oleh Pak Jokowi dari memindahkan ibu kota negara ini, bukanlah untuk menciptakan legacy pribadi beliau, seperti dituduhkan berbagai pihak.
Bukan pencitraan dan narsisisme personal seperi serangan berbagai pihak. Bukan pula untuk melemahkan dan menyerang pemerintah daerah tertentu dalam rangka melanggengkan kekuasaan, atau juga bukan sebuah ambisi pribadi semata tanpa arah dan liar.
Yang dipikirkan Pak Jokowi hanya satu: sebuah titik pusat pemerintahan, yang dapat di akses oleh seluruh masyarakat, yang dapat mendorong pemerataan pembangunan untuk semua. Pak Jokowi, yang adalah orang asli Jawa, tidak menginginkan Indonesia menjadi terlalu Jawasentris.