Papua.WahanaNews.co, Manokwari - Jaringan Damai Papua (JDP) dengan tegas mempertanyakan kinerja aparat keamanan dari Polda Papua bersama Satuan Tugas (Satgas) Damai Cartenz yang berada di dekat dan atau di wilayah penambangan ilegal Kali I, Distrik Seradala, Kabupaten Yahukimo.
Sebab pada Senin (16/10/2023) terjadi "serangan" dari kelompok yang disebut "kelompok kriminal bersenjata" (KKB) yang menyasar para warga sipil pendulang emas tradisional di Kabupaten Yahukimo. Akibatnya sebanyak 7 (tujuh) warga sipil meninggal dunia.
Baca Juga:
Setelah Serangan Iran ke Israel, Pertamina Jamin Stabilitas Harga BBM
Demikian disampaikan Juru bicara JDP Yan Christian Warinussy, SH dalam keterangan tertulisnya kepada WahanaNews terkait kejadian penyerangan warga sipil di Kabupaten Yahukimo, Rabu (18/10/2023).
Juru Bicara JDP, Yan Christian Warinussy, SH tidak melihat adanya keseriusan Kapolres Yahukimo AKBP Heru Hidayanto dalam memberikan jaminan keamanan bagi segenap warga sipil di wilayah hukumnya.
"Kematian sia-sia para warga sipil pendulang emas tradisional tersebut mengakibatkan kian panjangnya potensi konflik bersenjata diantara aparat keamanan negara (TNI dan Polri) dengan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) yang terkadang disebut sebagai KKB tersebut," kata Warinussy.
Baca Juga:
Potensi Konflik Panas Iran-Israel, Kemlu RI Siapkan Rencana Darurat Untuk WNI
JDP menyerukan kepada Kapolda Papua Irjen Pol Mathius D Fakhiri untuk mampu menelusuri melalui penyelidikan (investigasi) maksimal, guna mengetahui dan mengambil langkah tegas berupa penangkapan terhadap pihak yang diduga bertanggung jawab menurut hukum dan diseret ke pengadilan yang berwenang.
Menurut pihaknya, konflik sosial politik di Tanah Papua mesti diakhiri segera.
Konflik tidak boleh ditingkatkan atau diupayakan untuk tetap langgeng melalui cara-cara busuk dan rendah dengan senantiasa mengorbankan warga sipil yang tidak berdosa, termasuk para pendulang emas yang ada di dan sekitar wilayah konflik.
Sehingga memungkinkan lahirnya "pembenaran" argumentasi bahwa Papua adalah tanah konflik, sehingga diperlukan kehadiran personil keamanan dalam jumlah kian besar, tapi tak pernah sedikitpun ada kemauan negara untuk menyudahinya.
Sementara rakyat sipil selalu menjadi "sasaran" untuk menjustifikasi bahwa pelakunya adalah pihak yang dipandang sebagai lawan dalam konflik bersenjata yang sudah berlangsung lebih dari 50 tahun di Tanah Papua, demikian Warinussy.
[Redaktur: Amanda Zebahor]