Wahananews-Papua | Pemungutan Suara Ulang (PSU) belum mampu menuntaskan proses pemilihan kepala daerah (pilkada) di Kabupaten Yalimo, Papua.
Kini, hasil rekapitulasi pilkada kembali digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca Juga:
PSU di 2 TPS Kabupaten Sorong Segera Digelar, KPU Laksanakan Rakor Persiapan
Kabupaten Yalimo merupakan salah satu wilayah yang menyelenggarakan pemilihan pada Pilkada Serentak 2020 pada 9 Desember.
Memakan waktu 15 bulan berlalu sejak pemungutan suara dilakukan pada Pilkada Serentak 2020.
Pilkada Yalimo bahkan disebut sebagai pemilihan kepala daerah terpanjang di Indonesia.
Baca Juga:
Polisi Kawal Ketat Pelaksanaan PSL 2 TPS di Distrik Heram Kota Jayapura
Anggota Komisioner Bawaslu Papua Ronald Manoach mengatakan, apa yang terjadi di Yalimo merupakan bentuk ketidakpahaman masyarakat terhadap aturan Pilkada.
Menurutnya, konflik politik berkepanjangan di Yalimo membuat seluruh pihak harus melakukan evaluasi.
"Ini kasus pertama di Indonesia dan memang kami sudah menyarankan pada rapat evaluasi agar bersama Menkopolhukam, agar semua pihak melakukan evaluasi dalam kaitan pendekatan regulasi agar jangan di 2024 tidak terjadi lagi hal yang sama," kata Ronald, di Jayapura. Selasa (15/2/2022).
Ia berharap seluruh pihak bisa saling bahu membahu mengedepankan pencegahan saat pilkada.
Kilas Pilkada Yalimo
Pilkada Yalimo yang digelar pada 9 Desember 2020 diikuti dua pasangan calon kepala daerah, yakni Erdi Dabi-John Wilil dan Lakius Peyon-Nahum Mabel.
Sebelum pelaksanaan pilkada, Lakius Peyon dan Erdi Dabi adalah Bupati dan Wakil Bupati Yalimo aktif yang menjabat.
Saat tahapan pilkada berlangsung, Erdi Dabi terlibat kasus kecelakaan lalu lintas di Jayapura, pada 16 September 2020.
Kejadian tersebut menyebabkan seorang Polwan Bripka Christin Meisye Batfeny (36) yang mengendarai sepeda motor, tewas di tempat.
Saat itu, Erdi Dabi yang mengendarai kendaraan roda empat dalam keadaan mabuk. Ia lalu ditahan di Polresta Jayapura Kota.
Meski proses hukum kasus kecelakaan tersebut berjalan, kepesertaan Erdi Dabi dalam Pilkada Yalimo tetap berlaku.
Saat proses distribusi logistik pilkada, Erdi Dabi juga diduga terlibat langsung saat massa menahan logistik di Distrik Apalipsili pada 8 Desember 2020.
Dalam peristiwa tersebut, sempat terjadi bentrok antar massa dari kedua pendukung pasangan calon.
Pemungutan suara akhirnya bisa dilakukan meski ada keterlambatan di beberapa lokasi karena aksi perebutan logistik
Dari hasil rapat pleno KPU Yalimo pada 18 Desember 2020, KPU menetapkan paslon nomor urut 1 Erdi Dabi-John Wilil menjadi pemenang dengan perolehan 47.881 suara atau unggul 4.814 suara dari saingannya.
Namun, putusan tersebut digugat ke MK oleh paslon nomor urut dua.
Pada 19 Maret 2021, MK memerintahkan KPU Yalimo melakukan pemungutan suara ulang (PSU) di 105 TPS yang tersebar di Distrik Apalapsili dan Welarek.
Untuk melaksanakan PSU di 105 TPS, KPU mendapat dana hibah dari Pemkab Yalimo sebesar Rp 9,5 miliar.
PSU dilakukan pada 5 Mei dan 15 Mei 2021, KPU melakukan pleno dan memutuskan Erdi Dabi-Jhon Wilil menjadi pemenang Pilkada Yalimo dengan perolehan 47.785 suara atau unggul 4.732 suara dari lawannya.
Pasangan Lakiyus Peyon-Nahum Mabel kembali menggugat hasil tersebut ke MK. Kali ini, materi gugatannya adalah status Erdi Dabi yang merupakan mantan narapidana.
Dalam gugatannya, mereka menilai Erdi Dabi belum bisa menjadi peserta pilkada.
Dalam kasus kecelakaan lalu lintas yang menewaskan seorang Polwan di Jayapura, Erdi Dabi yang pada prosesnya sudah berdamai dengan keluarga korban, dijatuhi hukuman empat bulan penjara dipotong masa tahanan pada 18 Februari 2021.
Erdi dijebloskan ke Lapas Abepura untuk menjalani masa tahanan yang tersisa dua minggu pada 22 April 2021.
MK mengabulkan gugatan Lakius Peyon-Nahum Mabel pada 29 Juni 2021. MK mendiskualifikasi kepesertaan Erdi Dabi di Pilkada Yalimo.
MK juga memerintahkan KPU melakukan PSU dari mulai tahapan pendaftaran. MK pun memberi waktu penyelenggaraan tahapan selama 120 hari pascaputusan.
Putusan MK tersebut memicu kemarahan massa pendukung Erdi Dabi. Mereka membakar fasilitas perkantoran dan rumah warga.
Massa juga memblokade jalan masuk dan keluar Distrik Elelim. Akibat aksi tersebut, kerugian materiil diperkirakan mencapai Rp 324 miliar.
Pada 5 Juli 2021, sebanyak 1.025 warga Yalimo yang kehilangan tempat tinggal memilih mengungsi ke Wamena, Kabupaten Jayawijaya.
Aksi blokade jalan di Distrik Elelim yang merupakan ibu kota Kabupaten Yalimo berlangsung hingga 129 hari atau hingga 5 November 2021.
Setelah perjalanan panjang itu, PSU kedua yang diperintahkan MK pun dilakukan.
Pilkada Yalimo kembali dimulai dari tahap pendaftaran. Dalam proses tersebut, Lakius Peyon yang merupakan calon kepala daerah petahana tersandung kasus dugaan korupsi.
Ia ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi dana penanganan Covid-19 oleh Polda Papua pada 25 Oktober 2021.
Tim kuasa hukum Lakius Peyon kemudian mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jayapura atas penetapan tersangkan tersebut.
Pada 9 Desember 2021, gugatan Lakius Peyon diterima dan statusnya sebagai tersangka digugurkan.
PSU kedua Pilkada Yalimo akhirnya digelar dan diikuti dua pasangan calon kepala daerah pada 26 Januari 2022.
Mereka adalah pasangan Nahor Nekwek-John Wilil dan Lakius Peyon-Nahum Mabel.
Setelah pemilihan suara rampung, KPUD Yalimo melaksanakan rekapitulasi di Distrik Elelim pada 30 Januari.
Hasilnya, pasangan Nahor Nekwek-John Wilil dengan nomor urut satu meraih suara terbanyak yakni 48.504 pemilih.
Sementara pasangan Lakius Peyon dan Nahum Mabel meraih 41.548 suara.
Hasil rekapitulasi penghitungan suara Pilkada Yalimo kembali digugat ke MK oleh Lakius Peyon-Nahum Mabel.
Kuasa Hukum Pasangan Calon Lakius Peyon-Nahum Mabel, Yance Tenoye menjelaskan, ada beberapa hal yang menjadi materi gugatan ke MK.
Ia menegaskan, bukan hasil perolehan suara yang menjadi inti gugatan, melainkan waktu pelaksanaan PSU.
"Pasca putusan 145 itu, MK memberikan waktu pelaksanaan (PSU) itu 120 hari yang berakhir pada 17 Desember 2021, lalu KPU melakukan tahapan lebih dari 120 hari karena pemungutan suara baru dilakukan pada 26 Januari 2022," ujar Yance Tenoye.
Hal tersebut yang kemudian dilihat tim Lakius Peyon-Nahum Mabel sebagai sebuah pelanggaran.
"Menurut kami KPU tidak melaksanakan tahapan, kalau tahapan dilakukan sudah lewat dari 120 hari. Kami beranggapan KPU tidak melaksanakan tahapan sesuai amar putusan 145," kata dia.
Yance menyebut, Lakius Peyon sebagai calon petahana memikirkan dampak dari konflik politik yang berkepanjangan bagi masyarakat Yalimo. Namun, penegakan demokrasi juga penting.
Sehingga masyarakat juga bisa mendapat pengalaman dari pesta demokrasi yang taat hukum.
"Sebenarnya Pak Lakius sudah berjiwa besar menerima, artinya (sekarang) kita tegakkan demokrasi karena pelaksanaan ini sudah keluar dari Putusan 145 maka sebagai warga negara yang taat hukum, kita ikuti saja aturannya," kata Yance.
"Artinya setiap keputusan KPU kenapa dibatalkan MK terus, jadi sebenarnya persoalan ada di KPU, jadi kalau KPU jalan netral tidak ada masalah," tambahnya.
Selain itu, Yance mengetahui ada materi gugatan lain mengenai hasil perolehan suara di beberapa Tempat Pemungutan Suara (TPS).
"Mengenai gugatan perolehan suara itu hanya alternatif saja," katanya.
Pendukung pasangan Nahor Nekwek-John Wilil menyayangkan gugatan yang dilayangkan pasangan Lakius-Nahum.
Koordinator tim hukum pasangan Nahor Nekwek-John Wilil, Leo Himan menambahkan, masyarakat menjadi korban dari rangkaian panjang Pilkada Yalimo yang tak kunjung usai.
Tak hanya masyarakat, para pemimpin organisasi perangkat daerah (OPD) juga menjadi korban karena kepala daerah tak kunjung terpilih.
"Kami mohon untuk sayang kepada masyarakat, saya pikir Pilkada bukan saja hari ini berakhir tetapi nanti lima tahun mendatang lagi akan digelar, untuk itu siapkan diri untuk maju berikut lagi,” kata Leo.
Menurut dia, konflik politik yang berkepanjangan di Yalimo telah mengorbankan banyak hal. Masyarakat, kata dia, merupakan pihak paling dirugikan.
"Elite-elite politik yang bermain di situ kami minta tolong untuk hentikan ajuan ke MK karena yang menentukan pilihan adalah masyarakat, yang menentukan calon mereka siapa, dan saya pikir bahwa masyarakat sudah menentukan pilihan mereka," jelas Leo.
"Jadi apa bila ada elite-elite politik yang bermain di belakang, tolong dihentikan dan siapa pun yang terpilih adalah pilihan rakyat dan bukan partai politik,” kata Leo. [hot]
Artikel dikutip dari Kompas.com dengan judul "Jalan Panjang Pilkada Yalimo”