WahanaNews-Papua I Para aktivis perempuan dari Papua dan Papua Barat mendatangi anggota DPD RI. Mereka menyampaikan banyak orang asli Papua (OAP) yang tidak memperoleh hak dan kesejahteraan yang selama ini dijanjikan pemerintah, terutama kelompok perempuan dan anak.
Kedatangan alktivis perempuan tersebut diterima Wakil Ketua DPD RI Sultan B Najamudin bersama Anggota DPD RI dari Papua Yorrys Raweyai.
Baca Juga:
Langkah Pengamanan Menjelang Pilkada Serentak, Asistensi Operasi Damai Cartenz di Intan Jaya
Kegiatan tersebut bertujuan untuk menjadi wadah aspirasi dan berbagai permasalahan yang terjadi di Tanah Papua, Jumat (15/10/2021).
Aktivis dari Papua Barat Sofia Mipauw mengaku prihatin atas apa yang terjadi di Tanah Papua.
Menurutnya banyak orang asli Papua (OAP) yang tidak memperoleh hak dan kesejahteraan yang selama ini dijanjikan pemerintah, terutama kelompok perempuan dan anak.
Baca Juga:
Denisovan, Manusia Purba yang Kuat: Jejak DNA-nya Masih Hidup di Orang Papua
Ia berharap terdapat mekanisme agar keterwakilan perempuan dapat ditingkatkan, sehingga dapat menyelesaikan persoalan-persoalan perempuan dan anak di Bumi Cenderawasih tersebut.
Lebih lanjutnya dia menjelaskan tidak sedikit perempuan yang menerima pelanggaran HAM berat dan sampai sekarang tidak terselesaikan kasusnya. Selain itu, banyak 'anak rumput' di Papua yang tidak mendapatkan hak ulayat, termasuk pendidikan. Akibatnya tingkat pendidikan di sana menjadi sangat rendah.
"Beasiswa hanya diperuntukkan untuk anak pejabat dan yang punya orang tua. Banyak anak-anak yang lahir tanpa orang tua tidak memperoleh pendidikan. Seharusnya anak-anak asli Papua yang orang tuanya tidak mampu diprioritaskan memperoleh pendidikan," ujarnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (16/10/2021).
Senada, aktivitas perempuan lainnya Anike Sabumi memaparkan sampai saat ini tidak ada perhatian yang cukup bagi OAP, bahkan saat otonomi khusus (otsus) dijalankan. Menurutnya otsus selama ini tidak memperhatikan pemberdayaan, perlindungan, dan keberpihakan kepada OAP. Selain itu dia menyebut porsi keterwakilan untuk OAP juga sangat sedikit dan hampir tidak ada.
"Untuk keterwakilan perempuan, kasih ke orang asli Papua, jangan non Papua. Bagaimana bisa merawat Papua dalam ke-Indonesian. Negara wajib membina dan menghormati hak-hak orang asli Papua," terangnya.
Dia berharap negara segera memberikan solusi atas permasalahan di Tanah Papua melalui konsep win-win solution secara sah. Dia juga meminta pemerintah untuk menyelesaikan masalah pelanggaran HAM yang sampai saat ini masih terjadi.
"Dan belajar dari kegagalan negara kemarin, hari ini, dan esok, maka mesti dilakukan dialog konstruktif Papua-Jakarta untuk mencari win-win solution atas segala permasalahan yang terjadi," tuturnya.
Terkait hal tersebut Wakil Ketua DPD RI Sultan B Najamudin mengatakan bahwa dirinya mendukung adanya peningkatan keterwakilan perempuan di Tanah Papua. Ia menjelaskan, mekanisme peraturan perundang-undangan dapat diubah demi mengakomodir aspirasi daerah, dalam hal ini aspirasi perempuan di Tanah Papua.
"Sampai hari ini yang tidak bisa diubah hanya kitab suci, yang lain apa yang bisa tidak dirubah. Sepanjang menyangkut aspirasi masyarakat, sepanjang menyangkut kepentingan masyarakat, ada konsensusnya melalui perubahan undang-undang," terangnya.
Sementara itu, Anggota DPD RI dari Papua Yorrys Raweyai mengatakan DPD RI telah menyampaikan aspirasi masyarakat Papua dalam perubahan UU Otonomi Khusus Papua. Diungkapkannya beberapa aspirasi tersebut telah diakomodir lewat perubahan dalam ketentuan UU tersebut.
"Adanya perubahan tersebut memunculkan optimisme dalam pembangunan di Tanah Papua. Kalau konsisten kita laksanakan, akan ada perubahan mendasar yang terjadi di Papua," katanya.
Ketua Komite II DPD RI ini menjelaskan, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Otsus Papua akan segera ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada tanggal 18 Oktober mendatang. Adapun tahapan selanjutnya adalah penyusunan Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) dan Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi). Ia menilai, penyusunan kedua peraturan daerah tersebut menjadi acuan pelaksanaan UU Otsus di Papua.
Oleh karena itu, lanjut dia, keduanya harus disusun dengan berdasarkan pada kepentingan masyarakat Papua agar memaksimalkan hasil dari pelaksanaan Otsus Papua. Ia juga berharap agar semua pihak dapat berkomitmen melaksanakan Otsus Papua agar dapat menjadi solusi atas berbagai permasalahan di Tanah Papua.
"Permasalahan yang selama ini terjadi harus menjadi referensi dan menjadi tantangan hari ini. Kita harus bersatu untuk bersama-sama melaksanakan (Otsus Papua). Karena nanti akan menentukan 20 tahun kedepan," tandasnya. (tum)