WahanaNews-Papua | Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Suhajar Diantoro mengatakan, tujuan diterapkannya otonomi khusus (otsus) di wilayah Papua termasuk Provinsi Papua Barat Daya untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Suhajar menyampaikan hal tersebut secara virtual pada Rapat Kerja (Raker) Bupati/Wali Kota se-Provinsi Papua Barat Daya, Rabu (4/1/2023).
Baca Juga:
Derap Pembangunan 23 Tahun Otsus di Papua, Refleksi dan Capaian di Papua Barat Daya
Menurutnya, dibandingkan dengan tempat lain, penerapan otsus di Papua agar Papua bisa mengejar ketertinggalan pembangunan bidang kesehatan, begitu pula di bidang perekonomian dan infrastruktur.
"Oleh karena itu, kita melihat dari kekhususan dari Papua yang ingin dicapai dengan Human Development Index atau Indeks Pembangunan Manusia,” katanya.
Suhajar menyampaikan, IPM diukur dengan tiga variabel, yaitu pendidikan, kesehatan, dan perekonomian.
Baca Juga:
20 Tahun Otsus Gagal Membangunkan Raksasa Papua yang Tidur, Sebagian Besar Rakyat Papua Hidup dalam Kemelaratan dan Keterbelakangan
Tingkat pendidikan diukur dari rata-rata lama sekolah dan angka jumlah buta huruf.
Kemudian, tingkat kesehatan diukur dari angka harapan hidup atau umur harapan hidup bayi saat lahir.
Semakin banyak bayi-bayi yang meninggal saat dilahirkan maka semakin buruk tingkat kesehatan di daerah tersebut, semakin sedikit tidak ada yang meninggal saat dilahirkan maka pembangunan kesehatan di daerah itu meningkat.
Kelihatannya indikator ini gampang, tetapi untuk bisa menyelamatkan bayi saat dilahirkan harus membenahi seluruh infrastruktur kesehatan,” terangnya.
Lebih lanjut Suhajar mengatakan, otsus di Papua juga diperuntukkan bagi kesejahteraan dan peningkatan ekonomi masyarakat.
Bagi daerah yang ingin memperbesar Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) harus memperbesar Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
Dengan demikian, produksi barang dan jasa dari berbagai pekerjaan masyarakat seperti petani, nelayan, dan pengusaha perlu ditingkatkan.
Semuanya dihitung berapa barang dan jasa yang dihasilkannya, jumlahkan secara tetap itulah jumlah Produk Domestik Regional Bruto.
PDRB dibagi dengan jumlah penduduk menjadi income per kapita PDRB. Baru kita tahu berapa PDRB kita dan berapa ketimpangannya. Gini rasionya dihitung di situ,” jelasnya.
Dia menambahkan, apabila 40 persen rakyat mendapat PDRB di bawah 15 persen maka akan terjadi ketimpangan atau jumlah rakyat miskin terlalu banyak.
Suhajar menegaskan otsus di Papua Barat Daya diprioritaskan untuk pembangunan IPM tersebut. [hot]