PAPUA.WAHANANEWS.CO, Manokwari - Hari ini Rabu, 10 Desember 2025 merupakan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) yang diperingati secara internasional di seluruh dunia, termasuk di Indonesia dan khususnya di Tanah Papua.
Khusus bagi rakyat Papua dari Sorong sampai Samarai, HAM benar-benar telah menjadi bagian urgen tapi juga krusial untuk selalu diangkat dan dibicarakan serta didiskusikan oleh semua kalangan akademisi maupun praktisi penegak hukum serta aktivis dan Pembela HAM itu sendiri.
Baca Juga:
Dewan Adat Papua (DAP) Desak Presiden Prabowo Buka Penyelidikan HAM atas Kematian Arnold Clemens dan Eduard Mofu 41 Tahun Lalu
Ini dikarenakan terdapat dugaan kuat bahwa semenjak upaya integrasi politik Tanah, Negeri dan Rakyat Papua sebagai sebuah entitas bangsa sesungguhnya telah diawali oleh dugaan keras terjadinya sejumlah konspirasi politik dunia untuk menafikan hak-hak dasar atau asasi dari orang Papua Asli yang berasal dari rumpun Ras Melanesia.
Padahal Orang Papua Asli adalah merupakan entitas penguasa bumi di Tanah Papua yang dijuluki the Land of Paradise (Bumi Cenderawasih). Bahkan sebelum masuknya Injil di tanah Papua, 5 Februari 1855 (170 tahun lalu). Tanah dan Negeri Papua seringkali dijuluki sebagai Benua Hitam atau tanah Orang Kulit Hitam, rambut keriting dan menjadi bagian dari ras negroid.
Dr.Greg Poulgrain dalam bukunya : Bayang-bayang Intervensi, Perang Siasat John F.Kennedy dan Allen Dulles atas Sukarno (The Incubus of Intervention, Conflicting Indonesia strategis of John F.Kennedy and Allen Dulles). Buku tersebut diterbitkan oleh Best Publisher Yogyakarta dan pada halaman 228-232, Pulgrain (ahli Sejarah internasional yang bermukim di Australia) mencatat bahwa hilangnya Michael Rockefeller, anak laki-laki dari Gubernur kota New York, Nelson Rockefeller di wilayah pantai di selatan Papua pada tanggal 18 November 1961, ketika sedang mengumpulkan artefak untuk museum bapaknya.
Baca Juga:
JDP Sambut Baik Keinginan Aktivis Resolusi Konflik Internasional asal Negara Finlandia Juha Christensen dalam Penyelesaian Konflik di Papua
Peristiwa tersebut menjadi dasar untuk membangun "argumentasi sesat" bahwa hilangnya Rockefeller muda ketika itu sebagai akibat kanibalisme Orang Papua Asli di bagian selatan tersebut.
Poulgrain menulis lagi, hal itu (peristiwa hilang Rockefeller muda) menambah kemarahan yang menyertai beritanya sebagai "kematian yang disebabkan oleh kanibalisme" yang menjadi alat politik untuk menyangkal penentuan nasib sendiri.
Oleh sebab itulah dalam peringatan Hari HAM Internasional, 10 Desember 2025 ini saya mendesak Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melalui kepemimpinan Bapak Presiden Prabowo Subianto untuk mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) guna mengimplementasikan amanat Pasal 46 Undang Undang Republik Indonesia Nomor : 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. Yaitu Perpres tentang Pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) di Tanah Papua untuk melakukan klarifikasi terhadap sejarah integrasi Papua ke dalam NKRI pada tanggal 1 Mei 1963. Hilangnya Michael Rockefeller tersebut ternyata terbungkus rapat hingga tahun ke-77 peringatan Hari HAM Internasional ini.
Dampak politiknya bagi Orang Papua Asli hingga hari ini adalah menjadi tragedi tetap. Itulah catatan Greg Poulgrain yang perlu didalami oleh KKR di Tanah Papua yang akan dibentuk, karena diduga kuat Kennedy memiliki kaitan pribadi dengan tragedi tersebut.
Apa yang terjadi kemudian adalah fondasi pembentukan cikal bakal Negara Papua usai peristiwa 1 Desember 1961 yang merupakan langkah konsensus politik Orang Papua Asli dan Pemerintah Kerajaan Belanda ketika itu, kemudian di "mustahilkan" akibat Trikora Preside Soekarno di alun-alun kota Yogyakarta, 19 Desember 1961 yang justru menafikan hak-hak Orang Papua Asli sejak itu.
Fakta aktual menjadi bukti saat berlangsungnya proses perundingan hingga penandatangan naskah Perjanjian New York, 15 Agustus 1962. Berujung pada implementasi hak satu orang satu suara (one kan one vote) pada peristiwa Act of Free Choice yang tidak berlangsung di bawah situasi netral.
Dampaknya, diduga terjadi peristiwa pelanggaran HAM yang Berat dalam kategori Kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida yang sesungguhnya berlangsung hingga hari ini.
Orang Papua Asli menjadi kehilangan hak asasinya akibat kepentingan politik negara adidaya Amerika Serikat yang dipersonifikasikan pada diri Allen Dulles dan Presiden Sukarno saat itu.
Ini fakta sejarah yang membutuhkan klarifikasi secara jujur, adik dan transparan demi masa depan Rakyat Papua Asli dan Tanah airnya dalam dunia ini.
Penulis : Yan Christian Warinussy, SH | Editor: Hotbert Purba
#Yan Christian Warinussy, SH adalah Advokat dan Pegiat HAM Papua