PAPUA.WAHANANEWS.CO, Jayapura - Solidaritas mahasiswa Papua kembali turun jalan pada Selasa, 2 September 2025 tepatnya di Lingkaran Abepura, Kota Jayapura, untuk menyuarakan tuntutan pembebasan empat tahanan politik (Tapol) anggota NFRPB yang kini menjalani proses hukum kasus dugaan makar di Makassar.
Aksi ini juga merupakan respons atas tindakan aparat keamanan yang dinilai represif terhadap massa aksi di Sorong, Papua Barat Daya, pada 27 Agustus 2025 lalu. Dalam peristiwa tersebut, aparat disebut melakukan kekerasan hingga mengakibatkan satu warga meninggal dunia serta memicu trauma psikologis di tengah masyarakat.
Baca Juga:
Ketua LMA Kabupaten Fakfak Ajak Masyarakat Jaga Kamtibmas
Dalam orasinya, Koordinator Lapangan Umum Yulianu Bunai menegaskan bahwa perjuangan mahasiswa akan terus berlanjut hingga empat Tapol NFRPB dibebaskan tanpa syarat.
“Ini bukan hanya tentang empat Tapol, tetapi juga tentang penghentian segala bentuk kekerasan dan pengekangan demokrasi di Tanah Papua,” tegas Yulianu.
Ia menilai situasi di Papua saat ini menyerupai kondisi darurat militer karena kehadiran aparat keamanan baik organik maupun non-organik semakin menekan ruang demokrasi masyarakat.
Baca Juga:
Gelombang Pertama Aksi Mahasiswa Disambut Dengan Sholawat dan Tarian Persembahan
Yulianu juga menyinggung tanggapan Gubernur Papua Barat Daya terhadap aksi di Sorong yang menuai kritik.
“Tidak ada negara dalam negara, segera lakukan sidang untuk empat Tapol ini,” ucapnya.
Solidaritas mahasiswa Papua lakukan aksi demo di Lingkaran Abepura, Kota Jayapura. (Foto: WAHANANEWS.CO/Daud Mote)
Selain itu, mahasiswa juga menyoroti kebijakan Polda Papua Barat Daya yang meminta pemindahan sekretariat NFRPB ke Makassar.
Menurut mereka, langkah tersebut merupakan ancaman serius karena berpotensi memperluas operasi aparat hingga ke tingkat kabupaten bahkan masuk ke rumah-rumah warga.
Setelah itu, perwakilan Kamus Baiyage membacakan pernyataan sikap, dimana solidaritas mahasiswa Papua menyampaikan 6 tuntutan utama:
1. Kapolda Papua Barat Daya dan Kapolresta Sorong segera membebaskan empat tahanan politik Papua.
2. Komisi Perlindungan Anak Indonesia memeriksa Kapolresta Sorong terkait penangkapan anak berusia 15 tahun.
3. Polda Papua Barat Daya memproses dugaan pelanggaran etik dan pidana oleh anggota Polresta Sorong.
4. Gubernur Papua Barat Daya mengevaluasi kinerja Kapolresta Sorong yang dinilai mengkriminalisasi warga sipil.
5. Mahkamah Agung menghentikan proses hukum terhadap empat Tapol karena aksi damai dilindungi undang-undang.
6. Negara segera menghentikan kekerasan, pendropan militer organik maupun nonorganik, perampasan tanah adat, dan investasi kapitalis di Tanah Papua.
Pernyataan itu ditandatangani oleh Korlap Umum Yulianus Bunai, Wakil Korlap Solinus Magai, dan Jehuda Pigome, serta perwakilan BEM dan organisasi mahasiswa Papua lainnya.
[Redaktur: Hotbert Purba]