Bulu tangkis atau para-badminton dalam gelaran Paralimpik memiliki enam kelas atlet. Tiap-tiap kelas ditandai dengan kode yang terdiri dari dua huruf, lalu diikuti oleh satu digit angka. Dua huruf pertama menjelaskan posisi atlet saat bertanding. Sementara angka menandakan derajat disabilitas atlet.
Kelas WH1 diperuntukkan bagi atlet yang mengalami disabilitas anggota gerak tubuh bagian bawah, sehingga tidak memungkinkan bagi atlet untuk berdiri. Atlet di kelas ini berkompetisi dengan menggunakan kursi roda.
Baca Juga:
Dewan Adat Papua (DAP) Apresiasi Penunjukan Uskup Keuskupan Timika yang Baru
Sementara itu, kelas WH2 nyaris sama seperti WH1. Keduanya sama-sama berkompetisi dengan kursi roda. Perbedaannya terletak pada derajat disabilitas. Kelas WH2 diperuntukkan bagi atlet yang memiliki kekurangan pada satu atau dua tungkai, tetapi dengan gangguan gerak tubuh yang minimal.
Kelas SL3 merupakan klasifikasi untuk atlet yang memiliki hambatan berjalan dan keseimbangan karena mengalami gangguan pada satu atau kedua kaki. Atlet dengan kode ini bertanding dalam posisi berdiri. Biasanya, ada atlet yang dilengkapi dengan kaki prostetik.
Sementara itu, SL4 nyaris persis dengan SL3. SL4 juga memiliki klasifikasi atlet dengan gangguan pada kaki, tetapi memiliki derajat hambatan berjalan dan gangguan keseimbangan yang lebih sedikit. Atlet dengan kode ini juga harus bertanding dengan posisi berdiri.
Baca Juga:
Polda Papua Ajak Masyarakat Jaga Kamtibmas Selama Bulan Puasa
Kelas SU5 diperuntukkan untuk atlet dengan hambatan gerak tubuh bagian atas. Hambatan itu juga meliputi tangan yang digunakan maupun tidak digunakan untuk bertanding. Kelas SU6 adalah kode untuk atlet dengan ukuran tubuh kecil atau dwarfism.
Atlet bulu tangkis peraih emas Paralympics 2020 Tokyo, Leani Ratri Oktila/Khalimatus Sadiyah, merupakan juara di nomor ganda putri SL3-SU5. Begitupun pasangan Leani Ratri Oktila/Hary Susanto memenangkan nomor ganda campuran SL3-SU5.