WahanaNews-Papua | Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selesai memeriksa istri Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe, Yulce Wenda dan anaknya, Astract Bona Timoramo Enembe.
Keduanya diperiksa lebih kurang 6 jam di gedung Merah Putih, Jakarta
Baca Juga:
Penyidik KPK Panggil Direktur PT RDG Airlines dalam Kasus Dugaan Suap
Yulce lebih dahulu selesai diperiksa penyidik. Keduanya tak langsung keluar usai diperiksa. Mereka menyempatkan diri duduk di ruang tunggu Gedung Merah Putih KPK.
Yulce dan Astract tak memberikan komentar terkait pemeriksaannya. Keduanya langsung meninggalkan Gedung Merah Putih KPK.
Posisi Astract meninggalkan Markas KPK berada di depan Yulce. Tidak ada sepatah kata pun keluar dari mulut keduanya sepanjang perjalanan menuju mobil.
Baca Juga:
KPK Ungkap Tersangka Penyuap Eks Gubernur Papua Lukas Enembe Meninggal Dunia
Juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri membeberkan sedikit materi pemeriksaan Yulce. Penyidik menanyakan caranya mengelola uang Lukas.
"Dari setiap saksi yang kemudian, dilakukan pemanggilan oleh tim penyidik KPK siapa pun saksinya, dari tim pasti melakukan pendalaman-pendalaman terkait proses dugaan pemberiannya, penerimaan uang, dan penggunaan uang, kan begitu," kata Ali di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (18/1).
Ali enggan memerinci lebih lanjut uang yang diulik penyidik itu. Tapi, KPK meyakini ada kaitannya dengan dugaan penerimaan suap dan gratifikasi yang menjerat Lukas.
Lukas terjerat kasus dugaan suap dan gratifikasi. Kasus yang menjerat Lukas itu bermula ketika Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka mengikutsertakan perusahaannya untuk mengikuti beberapa proyek pengadaan infrastruktur di Papua pada 2019-2021.
Padahal, korporasi itu disinyalir bergerak di bidang farmasi.
KPK menduga Rijatono bisa mendapatkan proyek karena sudah melobi beberapa pejabat dan Lukas Enembe sebelum proses pelelangan dimulai. Komunikasi itu diyakini dibarengi pemberian suap.
Kesepakatan dalam kongkalikong Rijatono, Lukas, dan pejabat di Papua lainnya yakni pemberian fee 14 persen dari nilai kontrak. Fee harus bersih dari pengurangan pajak.
Setidaknya, ada tiga proyek yang didapatkan Rijatono atas pemufakatan jahat itu. Pertama yakni peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar.
Lalu, rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Terakhir, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.
Lukas diduga mengantongi Rp1 miliar dari Rijatono. KPK juga menduga Lukas menerima duit haram dari pihak lain.
Rijatono disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan, Lukas disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. [hot]