PAPUA.WAHANANEWS.CO, Yahukimo - Kematian seorang pelajar kelas 3 SMK Negeri 2 Dekai, Listin A Sam (17 tahun), akibat serangan udara yang menghantam permukiman sipil di kompleks Duram, Kabupaten Yahukimo, pada 25 November 2025, kembali mengguncang publik dan dunia kemanusiaan.
Serangan yang diduga berasal dari drone bermuatan bahan peledak terjadi sekitar pukul 11.30 WIT dan mengakibatkan luka fatal pada tubuh Listin. Korban dilarikan ke RSUD Dekai pukul 12.00 WIT, namun mengembuskan napas terakhir pada pukul 02.05 WIT dini hari. Seorang warga lain bernama Yondinus juga mengalami luka berat dan masih menjalani perawatan intensif.
Baca Juga:
Presiden Jokowi Diharapkan Memberi Perhatian Khusus Sejumlah Dugaan Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu di Tanah Papua
Keluarga korban menegaskan bahwa Listin adalah anak sekolah, bukan kombatan ataupun simpatisan organisasi bersenjata.
Kepala Distrik Duram turut memperkuat hal ini dan menyatakan bahwa kawasan yang menjadi sasaran merupakan permukiman sipil murni serta tidak sedang terjadi kontak senjata saat peristiwa berlangsung. Pernyataan keluarga, yang juga menunjukkan ijazah dan dokumen sekolah, semakin menekankan fakta bahwa korban merupakan pelajar aktif dan tidak memiliki keterlibatan dalam aktivitas militer.
Serangan militer yang mengakibatkan kematian anak di bawah umur di wilayah sipil berdiri bertentangan secara langsung dengan kerangka hukum HAM nasional dan internasional.
Baca Juga:
Komnas HAM Kawal Pelanggaran HAM di Papua, LP3BH Manokwari: Bagaimana Tentang Kasus Dugaan pelanggaran HAM Berat Wasior dan Wamena
Dalam konteks hukum nasional, UUD 1945 menjamin hak hidup setiap warga negara (Pasal 28A), perlindungan terhadap anak (Pasal 28B ayat 2), serta hak atas rasa aman dari ancaman kekerasan (Pasal 28G).
UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM mempertegas bahwa hak untuk hidup tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun, serta negara berkewajiban melindungi anak dan warga sipil di kawasan konflik.
Selain itu, UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM menegaskan bahwa pembunuhan dan tindakan tidak manusiawi terhadap penduduk sipil merupakan kategori pelanggaran HAM Berat, dimana negara berkewajiban melakukan penyidikan dan penuntutan secara independen dan transparan.
Dalam hukum internasional, insiden ini bertentangan dengan ICCPR (International Covenant on Civil and Political Rights) yang menjamin hak hidup setiap individu, serta CRC (Convention on the Rights of the Child) yang mewajibkan negara melindungi anak dalam kondisi apa pun termasuk situasi konflik.
Selain itu, serangan ke wilayah sipil tanpa pemisahan jelas antara target kombatan dan warga sipil melanggar prinsip-prinsip Hukum Humaniter Internasional, khususnya prinsip distinction dan proportionality.
Kematian Listin mendapat perhatian luas dari media HAM, lokal maupun nasional. Laporan berbagai organisasi HAM dan media menyebut bahwa serangan tersebut menggunakan drone bermuatan peledak dan menyebabkan korban
Namun, TNI–Polri membantah penggunaan drone bomber pada hari kejadian dan menyatakan bahwa penyelidikan masih berlangsung. Dua narasi yang berbeda ini menunjukkan urgensi adanya investigasi independen agar fakta dapat terungkap tanpa intervensi kekuasaan.
Di sisi lain, sikap pemerintah daerah yang cenderung diam dan tidak memberikan pernyataan publik terkait kematian Listin A. Sam semakin menambah kekecewaan masyarakat. Sebagian tokoh menilai bahwa pemerintah daerah tidak menunjukkan solidaritas kepada keluarga korban serta tidak menempatkan perlindungan warga sipil sebagai prioritas.
Padahal, dalam prinsip dasar Hak Asasi Manusia, pemerintah daerah juga terikat kewajiban memastikan perlindungan warganya, khususnya anak dan penduduk sipil dalam situasi konflik. Ketidakpekaan pemerintah daerah dalam peristiwa ini mempertegas adanya krisis tanggung jawab moral dan krisis perlindungan warga negara.
Kasus kematian Listin menunjukkan semakin rentannya wilayah sipil di Papua di tengah operasi bersenjata yang terus berlangsung. Untuk itu diperlukan tindakan nyata berupa investigasi independen atas peristiwa tersebut dan publikasi hasilnya secara transparan. Selain itu, operasi bersenjata di tengah permukiman warga harus dihentikan oleh pihak mana pun karena bertentangan dengan prinsip perlindungan sipil.
Perlindungan terhadap anak dan warga sipil harus menjadi prioritas utama dalam kebijakan keamanan di wilayah konflik. Penyelesaian konflik Papua tidak boleh hanya bertumpu pada pendekatan keamanan, melainkan harus mengedepankan pendekatan dialog, kemanusiaan, dan Hak Asasi Manusia.
Kematian Listin A. Sam bukan hanya kehilangan seorang anak sekolah, tetapi simbol bahwa warga sipil Papua masih belum aman dari ancaman konflik bersenjata. Keadilan bagi Listin adalah kebutuhan kemanusiaan, bukan sekadar kebutuhan satu keluarga.
Selama kematian warga sipil tidak mendapatkan kejelasan hukum dan pertanggungjawaban, tragedi serupa akan terus mengintai masyarakat Papua. Kebenaran harus diungkap dan keadilan harus ditegakkan — demi keamanan dan martabat seluruh warga sipil Papua.
Pada waktu peristiwa pengemboman terjadi, laporan warga menyebut bahwa di Distrik Duram tidak sedang berlangsung kontak tembak langsung antara TPNPB dan TNI–Polri, sehingga masyarakat mempertanyakan alasan militer melakukan serangan yang mengarah ke wilayah sipil. Selama ini operasi keamanan di beberapa wilayah Papua biasanya terjadi karena adanya kontak senjata antara aparat negara dan kelompok bersenjata.
Namun dalam kasus Listin, keluarga dan aparat pemerintahan distrik menegaskan bahwa area tersebut bukan zona pertempuran dan tidak terdapat aktivitas TPNPB di lingkungan sekitar rumah penduduk saat serangan terjadi. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar dari masyarakat: apabila tidak ada kontak senjata, mengapa terjadi serangan bersenjata di pusat pemukiman warga? Pertanyaan ini belum memperoleh jawaban resmi yang transparan.
Peristiwa ini menunjukkan bahwa meskipun negara menyatakan operasi keamanan hanya menyasar kelompok bersenjata, korban di lapangan justru berasal dari kalangan sipil. Hal ini memperkuat dugaan bahwa mekanisme pengamanan dan kontrol penggunaan kekuatan (use of force) tidak berjalan sesuai standar HAM dan hukum humaniter internasional.
Serangan militer di luar situasi kontak senjata yang menewaskan anak di bawah umur menggambarkan kegagalan penerapan prinsip kehati-hatian dan perlindungan warga sipil dalam operasi keamanan. Dalam setiap konflik bersenjata, warga sipil wajib menjadi prioritas perlindungan, bukan korban.
PERNYATAAN RESMI
Kematian Listin A. Sam adalah tragedi kemanusiaan yang mencederai Hak Asasi Manusia dan bertentangan dengan hukum nasional maupun internasional. Fakta bahwa korban adalah pelajar yang tidak terlibat dalam aktivitas militer, serta serangan terjadi di wilayah sipil tanpa adanya kontak senjata pada saat kejadian, menunjukkan bahwa negara telah gagal menjamin hak hidup dan perlindungan terhadap anak.
Situasi ini semakin diperburuk oleh sikap diam pemerintah daerah yang tidak menunjukkan empati dan tidak mengambil sikap untuk memastikan keadilan bagi korban dan keluarganya. Negara melalui aparat keamanan wajib menjelaskan secara terbuka alasan serangan dan memastikan adanya proses penyelidikan independen demi kepastian hukum dan pemulihan hak korban.
Serangan bom di wilayah Duram jelas tidak dapat dipandang sebagai tindakan keamanan yang sah, karena Papua bukan wilayah perang antar negara. Dalam hukum perang internasional, penggunaan bom dalam zona permukiman hanya dapat terjadi pada situasi armed conflict antar negara dan tetap wajib mematuhi prinsip perlindungan warga sipil.
Di Papua, yang terjadi bukan perang antar negara, melainkan situasi konflik internal. Karena itu, penurunan bom di tengah masyarakat sipil adalah tindakan yang melampaui batas kewajaran operasi keamanan negara.
Bila negara dan kelompok bersenjata saling berkonflik, maka operasi harus dilakukan secara terarah terhadap kombatan, bukan diarahkan pada anak-anak, perempuan, pelajar, dan warga yang tidak bersenjata.
Keadaan ini menunjukkan adanya kesalahan serius dalam penerapan pendekatan keamanan. Menggunakan bom di antara rumah-rumah penduduk sama artinya dengan menganggap semua warga sebagai musuh, padahal hukum nasional dan internasional jelas memisahkan antara kombatan dan sipil.
Negara berkewajiban memastikan bahwa upaya penegakan keamanan tidak menimbulkan korban di pihak masyarakat. Tidak ada alasan militer, politik, atau intelijen yang dapat membenarkan hilangnya nyawa anak yang tidak bersalah.
KESIMPULAN
Kasus kematian Listin A. Sam bukan sekadar insiden tunggal, tetapi merupakan refleksi dari realitas konflik Papua yang terus menempatkan warga sipil pada posisi paling rentan. Serangan militer tanpa kontak senjata dan tanpa pemisahan jelas antara target kombatan dan masyarakat sipil menunjukkan adanya pelanggaran serius terhadap prinsip dasar HAM dan hukum kemanusiaan.
Keadilan bagi Listin berarti penghormatan terhadap martabat manusia dan perlindungan yang seharusnya dijamin negara kepada seluruh warganya. Selama pelanggaran terhadap warga sipil tidak diusut secara tuntas dan transparan, perdamaian dan rasa aman tidak akan pernah terwujud di Papua. Investigasi independen, akuntabilitas hukum, serta penghentian operasi bersenjata di permukiman warga adalah syarat mutlak untuk mencegah tragedi kemanusiaan kembali terjadi.
[Redaktur: Hotbert Purba]