WahanaNews-Papua | Ketua Ikatan Wartawan Online (IWO) Wilayah Papua Barat, Laurentius Reresi, S.S. M.M., meminta Kapolri melalui Kapolda Papua Papua, menindak tegas oknum polisi yang telah mencederai tugas Jurnalis di Keerom provinsi Papua.
Laurentius menilai kekerasan terhadap jurnalis adalah bentuk terancamnya demokrasi di Indonesia yang dilakukan oknum penegak hukum atas kejadian yang menimpa wartawan yang melaksanakan tugas jurnalis.
Baca Juga:
Pengeroyokan Wartawan di Maybrat, LP3BH Manokwari Desak Kapolres Maybrat Menindaklanjuti Laporan Polisi
Dia adalah Jurnalis yang menjalankan tugas negara sesuai UU Pers Nomor 40 Tahun 1999. Sebagai pekerja media telah mengalami intimidasi bahkan kekerasan, itu berarti demokrasi sedang terancam di Negara NKRI,” tegas Laurentius Reresi.
Kasus penganiayaan kepada insan pers di Indonesia kembali terjadi (red-siang sekitar pukul 14.00 Wit kemarin), di lokasi perkantoran Bupati kabupaten Keerom, Kamis 9 Maret 2023.
Pasal 8 Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers telah menyatakan dengan jelas dalam menjalankan profesinya jurnalis mendapat perlindungan hukum.
Baca Juga:
Stop Kekerasan Terhadap Wartawan, Kapolres Maybrat Diminta Tangkap Para Pelaku Pengeroyokan Onesimus Semunya
Jika kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis ini bahkan di tahun 2023 ini, tidak diselesaikan maka akan muncul kasus serupa di kemudian hari. Bahkan bisa saja masyarakat terinspirasi untuk semakin tidak menghargai pekerjaan jurnalis,” terangnya.
Jika dipelajari berdasarkan kronologis kejadian pada “Sebagai Mitra Kepolisian", kami PW IWO PB meminta Kapolda Papua agar secara tegas menindak oknum yang bersalah.
Kasus penganiayaan kepada insan pers di Indonesia kembali terjadi, kali ini di lokasi perkantoran Bupati kabupaten Keerom.
Tepatnya di areal kantor Badan Pengelola Kawasan Perbatasan dan Kerja Sama kabupaten Keerom, wartawan media online globalinvestigasi berinisial "N" dipukul oknum petugas keamanan.
Pantauan awak media di Polres Keerom yang bersama-sama wartawan yang menjadi korban, kulih tinta tersebut sementara sudah membuat laporan polisi (LP), dan sudah dilakukan visum et repertum di RSUD Kwaingga Keerom.
Menurut keterangan korban, kejadian itu diduga terjadi karena adanya pemberitaan yang dipublikasikan sebelumnya, terkait aksi pemukulan salah seorang anggota masyarakat kepada petugas Satpol PP yang bertugas di ruangan Wakil Bupati dan Sekda Kabupaten Keerom.
Alhasil, sontak oknum petugas keamanan itu beberapa saat keluar dari ruangannya dan mencari korban (wartawan), dan dengan tegas menegur wartawan lalu memukul korban.
Lagi kata korban dirinya secara pribadi masih bertanya-tanya, dari dan oleh siapa berita tersebut diketahui oknum pelaku, karena dirinya merasa sama sekali tidak menshare berita itu ke oknum pelaku berinisial "K" tersebut.
Begitu pun reaksi pemukulan yang terjadi, korban juga menduga ada pemicu alias yang menyuruh, yang menyebabkan dirinya terkena serangan penganiayaan oknum pelaku itu.
"Saya lagi berdiri di dekat ibu penjual buah pinang, di samping kantor Badan Pengelola Kawasan Perbatasan dan saya lihat oknum petugas keamanan itu dengan beberapa orang berjalan cepat datang menuju saya.
Kelihatan mereka emosi berjalan menuju saya. Begitu sampai dekat, oknum petugas keamanan itu bilang "Saya baru dapat berita yang dishare, kenapa menjatuhkan pemerintah Keerom?.
Oknum petugas itu langsung memukul saya, dan saya hanya berusaha menghindar dan blok pukulannya, tapi sempat beberapa pukulan masuk ke wajah saya. Akhirnya saya mengalami memar di muka, dan ada darah yang mengucur keluar.
Saya menyelamatkan diri lari masuk ke ruangan sekretaris kantor Badan Perbatasan. Tapi oknum petugas keamanan itu tetap mengejar saya, dan saya sempat terjatuh dan dipukul lagi olehnya.
Saya secara pribadi tidak habis pikir, kenapa oknum anggota petugas keamanan itu bisa datang mencari dan memukul saya?, padahal saya tidak buat kesalahan sama sekali.
"Lagi kata oknum petugas keamanan yang menjadi pelaku itu, dia bilang 'belum tahu saya kah?, saya ini tugas lama di Pegunungan. Saya punya pistol mana?, saya tembak kau nanti!'.
Dan saya sudah sampaikan ke pelaku, bahwa berita itu sifatnya tidak menjatuhkan pemerintah daerah kabupaten Keerom sama sekali.
Berita itu saya buat secara spontan, karena saya sebagai wartawan saat terjadi insiden pemukulan anggota masyarakat kepada petugas Satpol PP, berada tidak jauh dari TKP.
Saat saya wawancara korban (anggota Satpol PP), yakni masyarakat yang datang hanya menggunakan celana pendek lalu diduga berbau alkohol dan memukul petugas Satpol PP itu hingga berdarah, sudah ada keterangan yang saya peroleh sehingga beritanya saya ekpos.
Sebelumnya saya juga sudah meminta konfirmasi Sekda Keerom, namun karena lama dibalas, saya spontan naikkan beritanya.
Jadi berita itu menurut saya sama sekali tidak bermaksud menjatuhkan atau menjelekkan pemerintah daerah Keerom, tapi justru untuk memberi edukasi kepada masyarakat juga atau ke publik di Keerom, bahwa harus tahu etika dan jangan dipengaruhi miras kalau mau berjumpa dengan kepala daerah atau dengan Bupati.
Terkait dugaan penganiayaan ini, awak media juga telah mengkonfirmasi ke Kapolres Keerom melalui Kasat Reskrim Polres Keerom Iptu Jetni Sohilait, SH. MH, dan tadi malam sudah dilakukan Visum Et Repertum di RSUD Kwaingga.
Awak media juga sempat mendapat informasi kalau yang bersangkutan (pelaku), sudah ditahan di Polres Keerom dan LP serta BAP-nya sudah dibuat
Ketua PW IWO Papua Barat, Laurentius menilai kekerasan terhadap jurnalis adalah bentuk terancamnya demokrasi di Indonesia yang dilakukan oknum penegak hukum atas kejadian yang menimpa wartawan yang melaksanakan tugasnya.
Oknum wartawan menjadi kebiadaban oknum polisi yang dengan seenaknya melakukan pemukulan, pada hal wartawan sedang bertugas mencari fakta dan data sesuai UU Pers Nomor 40 tahun 1999.
“Dia adalah Jurnalis yang menjalankan tugas negara sesuai UU Pers Nomor 40 Tahun 1999. Sebagai pekerja media telah mengalami intimidasi bahkan kekerasan, itu berarti demokrasi sedang terancam di Negara NKRI,” tegas Laurentius Reresi, Ketua PW IWO PB.
Bersama seluruh Wartawan IWO se - Papua mengecam keras tindakan kekerasan ini dan mendesak aparat penegak hukum untuk menuntaskan kasus tersebut.
Bahkan pihak IWO Papua Barat meminta petinggi Polri baik di Polda Papua dan Mabes Polri segera menindak oknum polisi yang diduga menganiaya wartawan, pintanya.
Pasal 8 Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers telah menyatakan dengan jelas dalam menjalankan profesinya jurnalis mendapat perlindungan hukum.
Jika kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis ini bahkan di tahun 2023 ini, tidak diselesaikan maka akan muncul kasus serupa di kemudian hari. Bahkan bisa saja masyarakat terinspirasi untuk semakin tidak menghargai pekerjaan jurnalis, terangnya.
“Sebagai Mitra kepolisian, kami PW IWO PB meminta Kapolda Papua segera mengusut tuntas dugaan penganiayaan yang dilakukan oknum anggota polisi di Keerom.
Ketua PW IWO Papua Barat, Laurentius menyerukan semua jurnalis bersatu memerangi tindak kekerasan ini.
Menurutnya, tidak mudah untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya kebebasan pers namun perlu menunjukkan persatuan jurnalis agar kasus menimpa wartawan tidak terjadi lagi, demikian Laurentius. [ren/anang/hot]