Sementara di Australia, MacArthur diberi jabatan sebagai panglima tertinggi pasukan Sekutu di Pasifik dalam menghadapi Jepang. Jenderal MacArthur bersama Laksamana Chester W Nimitz kemudian menyusun strategi dan merancang operasi meredam langkah maju balatentara Jepang.
Titik balik pertama adalah Battle of Midway yang terjadi pada 1942, untuk menahan Jepang yang akan menduduki Port Moresby -- kini ibukota Papua Nugini. Usai pertempuran Midway, jenderal kelahiran Little Rock, Arkansas pada 26 Januari 1880 tersebut membangun markas di Danau Sentani, Hollandia (nama Jayapura saat itu), Papua.
Baca Juga:
Aktivis HAM Esra Mandosir Meninggal Dunia, LP3BH Manokwari Sebut Kematiannya Diduga Tidak Wajar
Strategi 'Loncat Katak'
Selanjutnya, pasukan di bawah komando MacArthur bergerak 'melompat' dengan menguasai Pulau Morotai di Maluku Utara. Lulusan West Point angkatan 1903 ini kemudian menerapkan 'Loncat Katak, strategi yang tak pernah diduga oleh Jepang, sehingga kembali menginjakkan kakinya di Filipina pada Oktober 1944.
Setelah menguasai rangkaian kepulauan di Samudra Pasifik dan Filipina, MacArthur yang gemar mengisap tembakau dengan cangklong itu kemudian mempersiapkan rencana menduduki Negeri Matahari Terbit. Hanya saja Jepang keburu menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada 14 Agustus 1945 setelah bom atom dijatuhkan di Hiroshima serta Nagasaki, 6 dan 9 Agustus 1945.
Baca Juga:
Langkah Pengamanan Menjelang Pilkada Serentak, Asistensi Operasi Damai Cartenz di Intan Jaya
Jenderal bintang 5 tersebut meninggal dunia pada 5 April 1964 dalam usia 84 tahun. Beberapa waktu sebelumnya, saat pidato perpisahan di Kongres AS, ada ucapan Jenderal MacArthur yang terkenal, yakni 'Old soldiers never die, they just fade away (Prajurit tua tidak akan pernah meninggal, dia hanya bakal surut ke belakang)'. (tum)