Konteks itulah, kata Sasongko, netralitas wartawan dan Pers harus dijaga. Dengan menjaga netralitasnya, wartawan dan pers dapat tetap menjalankan salah satu fungsi utamanya, yakni mencerahkan dan meningkatkan literasi politik sekaligus mampu meredam berbagai potensi polarisasi dan perpecahan di masyarakat.
Sasongko menguraikan KEJ PWI yang terdiri dari 15 pasal itu menegaskan panduan etik wartawan anggota PWI dalam menjalankan profesinya.
Baca Juga:
PWI Papua Barat Daya Minta Ketua FJPI PBD Ralat Kalimat "Wartawan Hadiri Undangan Lantamal XIV Tidak Tau Persoalan dan Tidak Bikin Berita Awal"
Tiga pasal awal secara jelas menyebutkan wartawan bersikap independen, kredibel, mempertimbangkan dampak berita terhadap keutuhan bangsa dan isu SARA (suku, agama, rasa, golongan), gender, dan kelompok difabel.
“Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain, termasuk pemilik perusahaan pers,” jelas Sasongko.
Selain itu, Wartawan tidak beriktikad buruk, tidak menyiarkan karya jurnalistik yang menyesatkan, memutarbalikkan fakta, melakukan plagiat, berita bohong/hoaks, fitnah, cabul, dan sadis.
Baca Juga:
PWI Papua Barat Daya Kecam Intimidasi Oknum TNI AL Terhadap Wartawan di Kota Sorong
Caleg dan Tim Pemenangan
Khusus untuk para pengurus PWI di semua tingkatan, Sasongko mengingatkan agar prinsip independensi dan netralitas harus benar-benar dipatuhi.
Dalam Peraturan Dasar (PD) dan Peraturan Rumah Tangga (PRT) PWI, secara tegas disebutkan bahwa bagi pengurus PWI yang mencalonkan sebagai anggota legislatif atau terlibat tim sukses apalagi maju sebagai calon kepala daerah harus mengundurkan diri.