Terkait khatulistiwa ini juga menjadi syarat dalam menentukan kandidat lokasi bandar antariksa. Handoko menyebut bandar antariksa sebisa mungkin berada di daerah yang paling dekat dengan garis khatulistiwa. Selain itu, ada beberapa syarat lain.
"Terkait dengan laut, drop zone tabung roket bisa jatuh di laut bebas. Kemudian kondisi iklim dan cuaca yang mendukung untuk peluncuran. Kemudian tidak ada masalah dengan status pertanahan, harus clean and clear sebagai bandar antariksa. Kemudian lokasi sebisa mungkin berada pada ketinggian yang memadai, sehingga bebas dari air pasang, tentu saja karena dia di pinggir laut, bebas dari tsunami dan tanahnya cukup keras," papar Handoko.
Baca Juga:
Aktivis HAM Esra Mandosir Meninggal Dunia, LP3BH Manokwari Sebut Kematiannya Diduga Tidak Wajar
"Jadi biasanya dari tanah karang. Lokasi bandar antariksa memiliki potensi seminimal mungkin terhadap bencana alam seperti gempa bumi dan lain sebagainya," sambung dia.
Dari sisi lahan, sebisa mungkin bandar antariksa dibangun di daerah dengan akses transportasi yang cukup memadai. Jadi bisa mempermudah pada saat dibutuhkan logistik dan mobilitas manusia.
"Tentu ada dukungan infrastruktur terkait utilitas, air tawar, listrik dan komunikasi. Sebisa mungkin jauh dari lokasi para nelayan yang beraktivitas di lepas pantai. Perlu menjamin keselamatan, saat peluncuran ada potensi drop zone roket, jauh dari lokasi penerbangan komersial dan tegangan tinggi," ucap Handoko.
Baca Juga:
Langkah Pengamanan Menjelang Pilkada Serentak, Asistensi Operasi Damai Cartenz di Intan Jaya
"Untuk itu, dengan mempertimbangkan yang nanti akan saya sampaikan, ada secara umum, ada dua kandidat utama yang dipilih berdasarkan aspek tersebut, ada Pulau Morotai dan Pulau Biak," sambungnya.
Handoko juga menyampaikan kebutuhan pembiayaan. Untuk 5 tahun pertama diperlukan biaya persiapan, di antaranya untuk amdal, pembebasan lahan, serta penyediaan utilitas dan infrastruktur minimal untuk mendukung bandar antariksa.
"Pada saat ini, proses yang telah dilakukan, kajian pembuatan naskah urgensi, penentuan lokasi, kemudian committed user. Ini jadi poin penting. Ini yang akan menentukan sejauh mana bandar antariksa kita memiliki potensi bisnis dan potensi ekonomi yang memadai, sehingga bisa kita operasikan secara berkesinambungan secara jangka panjang," ungkap Handoko.