Kedua, diberlakukannya demiliterisasi terhadap seluruh pasukan keamanan yang bersifat non organik di Tanah Papua dengan peran utama diberikan kepada komando teritorial setempat dalam konteks pengendalian keamanan domestik, termasuk dengan Polri di Tanah Papua.
Ketiga, memberlakukan Jedah Kemanusiaan (humanitarian pause) dengan titik berat pada upaya membuka akses bagi pelayanan publik di bidang kesehatan pendidikan serta gizi bagi rakyat asli Papua di wilayah-wilayah konflik seperti Nduga, Yahukimo, Puncak, Puncak Jaya, Pegunungan Bintang, Deiyai, Dogiyai, Paniai Intan Jaya.
Baca Juga:
Satgas Operasi Damai Cartenz Evakuasi Jenazah Pilot Helikopter, JDP Dorong Dilakukan Investigasi
Keempat atau terakhir adalah dengan menunjuk segera tokoh kunci dialog yang mampu menjadi fasilitator dalam memulai proses persiapan menuju dialog Papua-Jakarta dengan berkomunikasi kepada semua pihak yang berkepentingan dalam konflik politik ekonomi di Tanah Papua.
Pihak dimaksud adalah Pemerintah Jakarta, TNI, Polri, Pemerintah Provinsi Papua, Pemerintah Provinsi Papua Barat, DPR Papua Papua Barat, MRP MRPB, TPN OPM, ULMWP, masyarakat asli Papua di Papua Papua Barat, penduduk Papua di Papua Papua Barat, masyarakat asli Papua di luar Tanah Papua, masyarakat asli Papua di diaspora internasional, investor yang berinvestasi di Tanah Papua seperti Freeport Mc Moran British Petroleum (BP), maupun pebisnis Indonesia yang berinvestasi pula di Tanah Papua.
Keikutsertaan semua pihak dalam menginisiasi dialog menjadi kunci penting dalam merancang agenda pembicaraan pada Dialog Papua-Jakarta tersebut, tutup Yan Christian Warinussy. [hot]