Karena ada pula para guru, rohaniawan, politisi, pegawai negeri, para medis dan karyawan swasta maupun pemuda dan pemudi serta pegawai negeri yang bukan merupakan waki resmi rakyat Papua.
Kedua, sudah terjadi penempatan anggota TNI dihampir semua wilayah Tanah Papua untuk mengawasi dilakukannya referendum tersebut.
Baca Juga:
Kemen PPPA Belajar dari Tokoh Perempuan Sjamsiah Achmad
Ketiga, terjadi penangkapan dan penahanan sejumlah warga asli Papua dari beragam sektor seperti guru, mantri, pegawai negeri, aktifis pemuda, karyawan swasta, rohaniawan dan buruh.
Mereka ini ditangkap dan ditahan dengan tanpa bukti maupun penjelasan mengenai apa salah dan atau bukti kesalahannya.
Keempat, terdapat fakta dan bukti bahwa terjadi pula tindakan fatal yaitu pembunuhan kilat (summary execution) terhadap sekitar 53 orang warga asli Papua di Arfay, Kabupaten Manokwari sekarang.
Baca Juga:
DUHAM Sebut 30 Macam HAM Menurut PBB, Simak Apa Saja!
Para korban tersebut diduga dikuburkan dalam sebuah liang yang sama, mirip seperti di Lubang Biaya tahun 1965.
Kelima, setelah selesai dilaksanakannya Pepera tersebut, warga masyarakat asli Papua mengalami penindasan berupa ditangkap dan ditahan lagi di seluruh Tanah Papua, di Biak para tahanan "politik" ditahan di Markas TNI Angkatan Laut di Sorido. Kemudian untuk Manokwari di Markas Kodim, Jalan Brawijaya, Manokwari.
Lanjut Warinussy, oleh sebab itu saya sebagai Pembela Hak Asasi Manusia (HAM) di Tanah saya mendesak Majelis umum PBB dapat mengagendakan pembahasan kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM berat yang senantiasa terus terjadi tanpa langkah penyelesaian secara hukum.