Setelah itu anggota aliansi tersebut diajak bertobat ke jalan Tuhan dengan mengajak persuasif para kepala suku dan seluruh anggota klen konfederasinya (ap kaintek/big man).
Di hari ini motif konflik perang suku telah berubah jauh dari filosofi para tetua dahulu. Hari ini perang suku banyak terjadi karena kasus kriminalitas murni atau kepentingan politik elit atau by desain pihak eksternal.
Baca Juga:
Darurat Anak Kecanduan Lem Aibon di Jayawijaya Papua Pegunungan
Misalnya penganiayaan, lakalantas, pencurian, pemalakan, yang semuanya bila diamati murni kasus kriminal yang harusnya dapat ditangani langsung dengan penindakan hukum positif.
Insiden kecil-kecil yang dilatari minuman keras menjadi trigger jadinya konflik yang melibatkan aliansi. Mengorbankan banyak hal. Padahal murni kasus kriminal yang mana sesuai hukum yang berlaku harusnya oknum/individu yang ditindak.
Kondisi rendahnya supremasi hukum atas individu di Baliem yang menjadi terduga pelaku maupun korban mengesankan kehadiran negara dan perangkat hukumnya abai atau gagal terlaksana secara maksimal.
Baca Juga:
Selamatkan Generasi Papua dari Penggunaan Lem Aibon, Peran Pemerintah Daerah sangat Dibutuhkan
Sebagai negara hukum (reschtaat) semua elemen masyarakat Indonesia mestinya tak kebal hukum. Berlaku tanpa pandang bulu dan tanpa melibatkan berbagai unsur SARA dalam penegakannya. Apa yang terjadi di Wamena kecuali memang disengaja dibiarkan tanpa intervensi hukum positif.
Kembali kepada topik. Bahwa kondisi rendahnya penegakan hukum dalam kasus - kasus kriminal menyebabkan tradisi perang suku mulai diplintir menjadi konflik antar warga demi menggolkan kepentingan oknum elit tertentu.
Bukan lagi kepentingan kolektif hidup masyarakat satu aliansi seperti dahulu. Misalnya konflik perang suku akibat gagal nyaleg, nyabup, nyagub dan kepentingan politik praktis lainnya.