Namun motif konflik perang antar aliansi yang demikian sepenuhnya berakhir pasca masuknya pihak misionaris dan pemerintahan Belanda hingga Indonesia.
Tradisi perang suku akhirnya dilarang pada zaman Belanda melalui program Pasifikasi.
Baca Juga:
Darurat Anak Kecanduan Lem Aibon di Jayawijaya Papua Pegunungan
Keberhasilan pemerintah Belanda menghentikan konflik antar suku dan memulai hidup dalam ajaran Injil Yesus Kristus secara perlahan berhasil menarik hati hampir semua aliansi di Lembah Baliem Wamena.
Masyarakat pribumi Baliem yang memeluk agama Kristen, Islam, Katolik dan lain sebagainya, akhirnya tidak berperang lagi melainkan hidup dalam persekutuan antar umat yang rukun dan damai. Meski acapkali meletus konflik kecil yang dipicu hal-hal kriminal murni.
Sebagaimana kita lihat saat ini, konflik perang suku hari ini telah bergeser dari motif utama seperti dulu.
Baca Juga:
Selamatkan Generasi Papua dari Penggunaan Lem Aibon, Peran Pemerintah Daerah sangat Dibutuhkan
Ada perubahan signifikan dari motif perang suku hari ini. Intrik politik dan ekonomi hampir selalu mendasari terjadi konflik pasca hadirnya Pemerintah dan pihak Misi.
Di era Belanda bila terjadi konflik antar suku lagi, maka dua suku yang saling terlibat diberikan hukuman tegas.
Bahkan bila mengorbankan staf pemerintah atau misionaris, aliansi yang duluan lakukan penyerangan dihukum dengan penyitaan ternak babi, ditangkap bahkan ikut diberikan ganjaran agar ada efek jera.