Demikian pula kasus Biak berdarah serta Manokwari berdarah 1999 maupun 2016. Sehingga jalan non litigasi sudah saatnya dipertimbangkan oleh para korban pelanggaran HAM berat saat ini.
Sebab pembuktian dalam perkara dugaan pelanggaran HAM berat memang memiliki spesifikasi.
Baca Juga:
Komnas HAM Kawal Pelanggaran HAM di Papua, LP3BH Manokwari: Bagaimana Tentang Kasus Dugaan pelanggaran HAM Berat Wasior dan Wamena
Itu sebabnya, kata Warinussy, saat ini tengah dilakukan pembinaan dalam konteks perekrutan calon hakim ad Hoc HAM oleh Mahkamah Agung (MA).
LP3BH Manokwari memandang bahwa keberadaan pengadilan HAM di tanah Papua menjadi agenda isu menarik yang semestinya tiba tangan Presiden untuk diputuskan segera jelang Peringatan HUT Proklamasi ke-77 ini.
Konsideran menimbang huruf e dari UU No. 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. Disana telah ditegaskan bahwa negara mengakui belum adanya kemauan baik dalam menyelesaikan dugaan pelanggaran HAM berat di Tanah Papua.
Baca Juga:
Komisi HAM PBB Singgung Kasus Pembunuhan dan Mutilasi di Papua dalam Sidang di Jenewa Swiss
Sehingga saat ini kita di Tanah Papua sangat rindu mendengar bahwa Presiden mengeluarkan Peraturan Pemerintah dan atau Peraturan Presiden yang memerintahkan dilakukannya penyelesaian kasus dugaan pelanggaran HAM berat di Tanah Papua baik melalui jalur litigasi maupun non litigasi.
Penyelesaian kasus dugaan pelanggaran HAM di Tanah Papua mesti berlandaskan amanat pasal 45 dan 46 UU No. 21 Tahun 2001 Tentang Otsus Bagi Provinsi Papua serta UU No.26 Tahun 2000 Tentang Pelanggaran HAM yang berat, demikian Yan Christian Warinussy mengakhiri. [hot]