Kedua, RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal akan membatasi belanja lebih dari Rp 100 juta agar tidak dilakukan dengan kontan, tetapi harus melewati bank. Ini karena praktik suap kerap dilakukan dengan uang tunai. Bila telah ada pembatasan transaksi tunai, maka diharapkan orang tidak akan berani mengambil uang dalam jumlah yang banyak.
Penyelesaian kasus HAM Berat masa lalu
Baca Juga:
Pantau 300 laporan PPATK, Menko Polhukam Pamer Kinerja Satgas TPPU
Peristiwa Dugaan Pelanggaran HAM Berat di Paniai, Papua dipilih untuk dituntaskan terlebih dulu dibandingkan 12 kasus dugaan pelanggaran HAM berat lainnya. Alasannya, karena peristiwa itu relatif baru sehingga bukti dan saksi masih memungkinkan untuk didalami. Peristiwa itu juga terjadi di periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo, yakni 8 Desember 2014.
Total ada 13 kasus dugaan Pelanggaran HAM Berat yang dilaporkan Komnas HAM kepada pemerintah. Dari 13 kasus itu, sembilan kasus terjadi sebelum Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM disahkan dan empat lainnya setelah UU itu disahkan.
Khusus untuk 9 kasus yang terjadi sebelum UU Pengadilan HAM, prosesnya diselesaikan melalui pengadilan HAM ad hoc. Sembilan kasus itu ialah: peristiwa 1965, penembak misterius (petrus) 1982-1984, penghilangan orang tahun 1998, kerusuhan Mei 1998, penembakan Trisakti 1998, tragedi Semanggi I dan II tahun 1998, penembakan Simpang KKA di Aceh Utara 1999, peristiwa rumah geudong di Pidie (Aceh) 1988-1989, serta peristiwa pembunuhan ”dukun santet” di Banyuwangi 1998.
Baca Juga:
Panglima Yudo Margono Mutasi 96 Perwira Tinggi TNI
Adapun untuk 4 peristiwa sesudah UU Pengadilan HAM disahkan, penyelesaiannya dilakukan melalui pengadilan HAM, bukan pengadilan HAM ad hoc. Empat kasus itu ialah peristiwa Jambu Keupok di Aceh Selatan 2003, peristiwa Wasior di Papua 2001, peristiwa Wamena di Papua 2003, dan peristiwa Paniai 2014.
Kejaksaan Agung telah membentuk tim penyidik Kasus Paniai yang terdiri atas 22 jaksa senior. Mereka akan bekerja secara profesional dengan menguatkan bukti dan saksi di lapangan sebelum membawa kasus itu ke pengadilan HAM. Bukti dan saksi yang dikumpulkan harus kuat agar pelaku sebenarnya dari peristiwa ini dapat diadili.
Kemenko Polhukam juga aktif membuat Kajian dan Rekomendasi untuk perbaikan kebijakan di bidang Kesatuan Bangsa.