Senada, aktivitas perempuan lainnya Anike Sabumi memaparkan sampai saat ini tidak ada perhatian yang cukup bagi OAP, bahkan saat otonomi khusus (otsus) dijalankan. Menurutnya otsus selama ini tidak memperhatikan pemberdayaan, perlindungan, dan keberpihakan kepada OAP. Selain itu dia menyebut porsi keterwakilan untuk OAP juga sangat sedikit dan hampir tidak ada.
"Untuk keterwakilan perempuan, kasih ke orang asli Papua, jangan non Papua. Bagaimana bisa merawat Papua dalam ke-Indonesian. Negara wajib membina dan menghormati hak-hak orang asli Papua," terangnya.
Baca Juga:
Langkah Pengamanan Menjelang Pilkada Serentak, Asistensi Operasi Damai Cartenz di Intan Jaya
Dia berharap negara segera memberikan solusi atas permasalahan di Tanah Papua melalui konsep win-win solution secara sah. Dia juga meminta pemerintah untuk menyelesaikan masalah pelanggaran HAM yang sampai saat ini masih terjadi.
"Dan belajar dari kegagalan negara kemarin, hari ini, dan esok, maka mesti dilakukan dialog konstruktif Papua-Jakarta untuk mencari win-win solution atas segala permasalahan yang terjadi," tuturnya.
Terkait hal tersebut Wakil Ketua DPD RI Sultan B Najamudin mengatakan bahwa dirinya mendukung adanya peningkatan keterwakilan perempuan di Tanah Papua. Ia menjelaskan, mekanisme peraturan perundang-undangan dapat diubah demi mengakomodir aspirasi daerah, dalam hal ini aspirasi perempuan di Tanah Papua.
Baca Juga:
Denisovan, Manusia Purba yang Kuat: Jejak DNA-nya Masih Hidup di Orang Papua
"Sampai hari ini yang tidak bisa diubah hanya kitab suci, yang lain apa yang bisa tidak dirubah. Sepanjang menyangkut aspirasi masyarakat, sepanjang menyangkut kepentingan masyarakat, ada konsensusnya melalui perubahan undang-undang," terangnya.
Sementara itu, Anggota DPD RI dari Papua Yorrys Raweyai mengatakan DPD RI telah menyampaikan aspirasi masyarakat Papua dalam perubahan UU Otonomi Khusus Papua. Diungkapkannya beberapa aspirasi tersebut telah diakomodir lewat perubahan dalam ketentuan UU tersebut.