Waktu itu nasibnya belum sebaik sekarang?
Tinggal di asrama itu, makannya itu makan apa coba? saya nggak pernah dapat kiriman dari orang tua. Jadi belanjanya itu kalau dapat duit beli beras, kita makannya itu setengah nasi, setengah bubur. Kenapa? supaya dapat banyak. Kalau beras sudah habis, itu kami sarapan pagi pakai mangga, mangga buah, mangga muda yang jatuh di samping asrama, itu yang saya makan. Makanya saya pernah sakit busung lapar, ini nggak pernah media tahu.
Baca Juga:
Pameran "Torang Creative & Ecotourism Festival 2025, Bank Indonesia Fasilitasi Produk Pala Tomandin Fakfak Tampil di Papua Barat Daya
Saya pernah busung lapar, semester 6 saya busung lapar. Asli busung lapar. Jadi penderitaan yang bener-bener paling menderita itu saya rasain. Nah, pada saat itu ketika saya sakit, saya mengatakan begini, saya harus berhenti dengan kemiskinan, dan caranya satu-satunya adalah dengan jadi pengusaha.
Itu belum lulus kuliah?
Belum. Masih masuk polisi, keluar polisi (penjara-Red). Masih pegang spanduk, keluar spanduk. Masih di atas mobil mimbar, tapi gagah dulu ya kan. Ketua senat gitu kan, jadi ya cewe-cewe suka, mulai suka itu di saat saya jadi ketua senat, kira-kira begitu. Waktu itu di tahun 97-98 itu.
Baca Juga:
Kampung Sum Wujudkan Program Pala Unggul, Tanam Pala di Koridor Ruas Jalan Teluk Patipi Fakfak
Saya kemudian, mulai dari situ semester 6 mulai berpikir saya harus menjadi seorang pengusaha. Di situlah saya mulai belajar. Saya pernah jadi pegawai asuransi.
Awal mula jadi pengusaha Anda jadi pegawai asuransi?
Iya saya pernah pegang asuransi, pernah pegang Sucofindo pegawai kontrakan. Kemudian ketika saya selesai kuliah tahun 2002, kuliah saya lama banget 7 tahun, harusnya orang sudah selesai S2 bahkan S3, tapi saya waktu itu kan 7 tahun.