Saya memang kuliahnya di keuangan. Saya keuangan, tapi memang sebenarnya menjadi pemimpin itu kan ilmunya tidak hanya pada konteks profesional, tapi lebih leadership. Dan ilmu itu saya dapat dari organisasi. Mengatur orang, memaksa orang, mem-pressure orang, bagian ilmu yang tidak didapat di kampus, dan hanya di organisasi. Negosiasi, salah dibilang salah. Orang lain benar kita bilang salah supaya ikut kita.
Itu kan bagian mendoktrin orang untuk bagaimana dia bisa berpikir sama kaya kita, karena hakekat kepemimpinan itu adalah bagaimana orang bisa mengikuti kita, dan orang bisa mewujudkan apa yang menjadi mimpi dari tujuan kita. Itulah sebenarnya esensi daripada seorang pemimpin.
Baca Juga:
Pameran "Torang Creative & Ecotourism Festival 2025, Bank Indonesia Fasilitasi Produk Pala Tomandin Fakfak Tampil di Papua Barat Daya
Kemudian saya di situ satu tahun saja saya jadi karyawan, kemudian saya mundur dari perusahaan. Tapi konsep itu saya yang buat, bagaimana perusahaan ini berjalan segala macam, dan satu tahun itu saya bisa memberikan profit kepada perusahaan waktu itu Rp 10 miliar lebih. Itu profit, bukan omzet. Setelah itu saya mengundurkan diri.
Dan waktu saya mulai konsep perusahaan itu pakai motor ojek. Motor ojek, dan saya menyebut waktu itu sekretariat berjalan. Karena apa? di dalam tas saya itu kertas cap dengan kertas kop surat, saya ketiknya di rental, warnet.
Belum punya kantor sendiri?
Baca Juga:
Kampung Sum Wujudkan Program Pala Unggul, Tanam Pala di Koridor Ruas Jalan Teluk Patipi Fakfak
Belum punya kantor. Karena waktu itu kan perusahaan mau dibangun apabila ada konsep. Saya ditunjuk waktu itu untuk jadi direktur kebetulan di perusahaan tersebut, karena perusahaan baru dibangun, dan ide dasarnya dari saya. Dan untuk punya ide, punya proposal FS-nya itu, saya sendiri buat dengan cara, ya mulai dari 0. Konsepnya diterima, setelah itu baru diajuin. Punya duit. Satu tahun dua bulan kalau nggak salah saya bekerja di perusahaan, saya berhenti.
Kenapa berhenti? Bosan?
Waktu itu tidak bosan sebenarnya, waktu itu saya hanya ingin suasana baru. Karena dari tidak punya duit, tiba-tiba gaji Rp 35 juta di tahun itu, saya anggap sudah besar, sudah dikasih rumah, dikasih mobil, istilahnya dari sepatu miring, kaya agak sedikit setengah manusia.