Jadi kehidupan saya itu kan dulunya agak monyet gitu ya, agak sepatu miring istilah saya itu. Dan saya tidak malu untuk mengatakan itu, saya tidak malu. Saya mengatakan bahwa di usia saya dari 0 sampai 26 tahun itu hidup saya setengah manusia, bukan manusia seutuhnya. Hidup susah sekali. Umur 26 mendekati 27 baru mendekati kemanusiaan. Umur 29 baru manusia seutuhnya.
Saya mundur dari perusahaan itu, kemudian saya memberikan perusahaan pada teman-teman mereka yang lanjutkan. Saya mencoba untuk membangun perusahaan yang lain lagi, yang tidak di bidang yang saya bangun itu.
Baca Juga:
Pameran "Torang Creative & Ecotourism Festival 2025, Bank Indonesia Fasilitasi Produk Pala Tomandin Fakfak Tampil di Papua Barat Daya
Sama sekali tidak di bidang itu?
Tidak. Kenapa? karena kalau saya kerja pada di bidang yang sama itu saya tidak punya etika. Dan saya tidak menghargai komitmen persahabatan dan persaudaraan kepada teman-teman yang telah saya bangun.
Jadi saya membangun perusahaan lain yang bergerak tidak di bidang IT dan konsultan keuangan. Kemudian, teman-teman saya waktu itu bilang kenapa, tawaran segala macam, (saya jawab) ‘Nggak bro, saya kan harus juga berkembang’ saya terimakasih teman-teman lah yang mengajari saya, dan memberikan perasaan manusiawi. Karena saya belum pernah pegang uang Rp 35 juta dalam satu bulan.
Baca Juga:
Kampung Sum Wujudkan Program Pala Unggul, Tanam Pala di Koridor Ruas Jalan Teluk Patipi Fakfak
Umur berapa digaji Rp 35 juta itu?
25 tahun, menjelang 26 tahun. Beres kuliah lah. Saya dikasih dividen waktu itu, dikasih penghargaan uang, saya masih ingat itu Rp 600 juta, karena saya bisa menghasilkan profit Rp 10 miliar lebih kan. Saya dikasih uang Rp 600 juta, itu saya pakai buat modal.
Untuk mendirikan perusahaan baru?